Oleh: Aloys Budi Purnomo
Rohaniwan; Pemimpin Redaksi Majalah INSPIRASI, Lentera yang Membebaskan, Semarang
Kelahiran Yesus ke dunia tidak hanya bermakna ritual-spiritual, tetapi juga ekologal. Artinya, ada makna ekologis yang cukup signifikan di balik peristiwa Natal.
Secara tersirat, itulah makna kidung Natal kepada gembala di padang rumput, "Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di Bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya" (Lukas 2:14).
Maka, perayaan Natal harus ditempatkan dalam kesadaran membangun solidaritas ekologis. Saat ini Bumi telah kehilangan damai sejahtera akibat aneka bahaya ekologis yang mengancam dan menghancurkan semesta.
Keprihatinan ekologis
Dalam perspektif iman dan teologis, kehadiran Yesus ke dunia tidak hanya untuk menebus dan menyelamatkan manusia, tetapi juga alam semesta dan isinya. Oleh karena itu, perwujudan iman terkait Natal harus menyentuh keprihatinan ekologis.
Berbagai keprihatinan ekologis terjadi dan itu membahayakan kelestarian Bumi dan manusia. Keprihatinan yang sudah mengglobal adalah terjadinya perubahan iklim dan pemanasan global akibat berbagai jenis emisi gas yang merusak lapisan ozon.
Kecuali itu, Bumi dan manusia dihadapkan petaka akibat perusakan tanah subur yang disulap menjadi padang gurun. Sumber-sumber daya alam seperti hutan tropis dirusak dan dihancurkan oleh egoisme pembalak liar hutan. Akibatnya, udara, air, dan tanah mengalami pencemaran.
Semua itu merupakan keprihatinan ekologis yang kian mencekam manusia dan mengancam kelestarian alam semesta. Faktor-faktor ekologis yang merupakan modal ekologis, seperti tanah, air, dan udara, kian tercemar polusi. Alih-alih dilestarikan, modal ekologis justru dikuras habis-habisan sehingga mengancam generasi masa depan.
Proses produksi kerap tidak mengindahkan semesta dan manusia. Kian tinggi produksi ekonomi, kian banyak limbah industri, pengotoran, pencemaran udara, bahkan peracunan tanah dan air karena bekas bahan kimia, baik industri maupun pertanian.
Merajut solidaritas
Natal merupakan momen buat merajut solidaritas antara umat manusia dan alam semesta. Sebagaimana teologi Natal selalu terkait teologi solidaritas, Putra Allah berkenan menjadi manusia untuk menyapa manusia dan menyelamatkannya. Demikian pula penghayatan Natal harus menjadi kesempatan untuk membangun solidaritas.
Benar, perayaan Natal selalu diimbangi aksi sosial Natal, yakni perhatian kepada wong cilik, lemah, miskin, dan tersingkir-tertindas-tergencet-terabaikan. Namun, kiranya kita perlu menjawab keprihatinan ekologis dengan menjadikan Natal sebagai kesempatan membangun aksi ekologis.
Menyambut perayaan Natal tahun ini, umat Paroki Hati Kudus Yesus Tanah Mas, Semarang, melakukan aksi Natal yang tidak hanya bersifat sosial (pembagian sembako), tetapi juga bersifat ekologis. Menyadari bahwa daerah ini adalah daerah panas sekaligus rawan banjir, kami mencoba menata lingkungan sekitar.
Secara sederhana, kami melakukan program penanaman seribu pohon dan bunga. Harapannya, halaman parkir dan sekitar gereja yang panas menjadi teduh dan sejuk. Tanaman-tanaman juga berfungsi untuk menyerap dan menahan air agar tidak terjadi banjir. Bersama masyarakat warga, kami membenahi selokan yang mampat akibat lumpur dan sampah liar.
Dewasa ini banyak daerah selalu terancam banjir. Karena terancam banjir, tidak sedikit orang secara periodik menaikkan fondasi rumah untuk mengatasi banjir. Namun, itu hanya berlaku untuk mereka yang kaya dan berduit. Bagi banyak orang miskin, rumah mereka tetap tenggelam pada saat banjir. Jika hujan tiba, tak sedikit orang harus "menguras ruang tamu" akibat banjir.
Di sinilah tantangan merajut solidaritas kian jelas. Solidaritas terhadap yang tidak mampu menaikkan fondasi rumah. Solidaritas bagi mereka yang miskin yang kerap terperangkap kemiskinan yang bersifat ekologis.
Dalam hal ini, perlu dikembangkan etika pembatasan diri berlandaskan solidaritas dengan kaum miskin yang tidak bisa hidup layak. Perlulah mengembangkan pembangunan yang manusiawi dan solider dengan tetangga.
Sudah saatnya umat Kristiani menyambut dan mengenang kelahiran Yesus dengan mengedepankan pola solidaritas ekologis.
Selamat Natal!
No comments:
Post a Comment