22 October 2007

Ikutan lebaran di Pantai Drini

Liburan lebaran tahun ini anak-anak MC yang tidak terbawa arus mudik, memutuskan untuk bermain arus bersama-sama. Pilihan jatuh pada Pantai Drini yang permai. Jam 07 pagi kita ngumpul dan setelah ritual tunggu menunggu selesai (hiks) kami berangkat ke Drini dengan 7 motor dan 1 mobil. Gratis!!! (baca: bayar dhewe-dhewe hehe)



Sementara jutaan orang pada terjebak arus mudik, kami bercanda dengan arus ombak pantai yang dingin dan menyegarkan.
"Terima kasih TUHAN untuk pantai dan ombak yang bersahabat dan boleh kami nikmati di masa muda kami ini. Terima kasih. Terima kasih."

Setelah bermain ombak dan saling menceburkan, kami makan dan istirahat. Selesai istirahat, ombak mulai surut sehingga memungkinkan kami jalan-jalan di karang-karang berumput laut yang indah. Dan melakukan ritual wajib: foto-foto.


Foto-foto dan foto-foto lagi sampai ada yang kehilangan orientasi dan konteks bergaya (Anda dapat dengan mudah menemukan siapa oknum ini).


Andai Nue dapat bermazmur, tentu dia akan mengkidungkan,
"Sekalipun aku berada dalam bayang-bayang keisengan Mang Sur,
aku tidak takut karena papaku bersertaku." (ohhh... so sweeettt....)



________________________________________
Lokasi: Pantai Drini - Wonosari
Hari: Senin, 15 Oktober 2007




HT Open House

"Telur laba-laba banyak di gudang
ditetasin dalam kardus"
"Tiba-tiba HT mengundang
kita semua untuk open house"


We do hope you can join us to share their kindness, will you?


Menu istimewa yang disajikan adalah spagetti saos tomat.
Disajikan dalam beragam bentuk dan warna piring
sesuai dengan karakter dan peruntungan yang ikut makan hahaha


Begini situasi dan formasi makan bersamanya:
Teguh Subarja ke Surabaya, sungguh sederhana dan bersahaja.


Setelah bendera start dikibarkan,
para undangan bergegas antri nyuwun jatah saos ama Mang Sur.
Laris manis... laris manis...


Woaahhh... klu yang satu ini punya SIM S (Surat Izin Mengambil Sepuasnya).
Bagi Anda yang berminat mendapat SIM S, dapat langsung menghubungi yang bersangkutan pada jam kantor untuk mengikuti pelatihan dan kursus private. Minggu dan hari raya tutup.



_____________________________________
Lokasi: home base PMK Melisia Christi
Hari: Jumat, 12 Oktober 2007



Romantic Dinner ala MC

Beginilah situasi makan malam romantis ala MC.


Beratapkan sang langit...
berbingkaikan pelukan sang bayu.
..
tenggelam dalam pelukan kasih dan kemurahan
TUHAN semesta alam yang hidup!


We do hope someday you'll be there with us, will you?


Begitu kamera siap membidik, serta merta semuanya pasang gaya dan melempar senyum... kecuali satu orang yang sampai melempar diri karena merasa tidak cukup hanya dengan melempar senyum (kamu pasti dapat dengan mudah menemukan oknum ini)


Wajah-wajah "sabah" sabar dan bahagia: menanti menu ikan bakar


Klu yang ini agak kelewat sabah kerna bentar lagi makan malam gratis...


Apa lagi gerombolan yang satu ini (termasuk yang cewek):
mereka punya jurus sakti "diam-diam menghabiskan"
huehehehe...


Kalau yang satu ini punya dunianya sendiri...
ampu-ampu kecik ni nnak nnan kali ya?

_______________________________________
Lokasi: lantai 3 home base PMK Melisia Christi
Hari: Kamis, 11 Oktober 2007



Tentang Komentar dan Tanggapan


Sekarang Kamu dapat memberikan komentar/tanggapan untuk setiap posting berita yang ada. Caranya tinggal klik pada tulisan komentar/tanggapan. Trus jangan lupa untuk menuliskan nama dan angkatan kuliah (S1). Please jangan pake nama samaran ya. Please juga jangan mengirim sebagai anonim. Komentar/tanggapan dapat berupa kritik, pertanyaan, masukan, koreksi pengetikan, dkknya. En yang tak kalah penting: musti sopan dan tidak sara.
Ok, kami tunggu komentar/tanggapannya.

13 October 2007

Weekend 2007: The Moment of Change (part 4)

~ Chapter 3: River of Faithfullness ~
Tantangan 1: Kerja keras, kerja tuntas, dan kerja sama.
Tantangan 2: Cermat, cepat dan berani ambil resiko.



Tantangan pertama: kelompok yang lebih cepat menyentuhkan tabung ke "star" yang berhak memiliki "star" tersebut. Namun tabung tersebut terletak di dalam pipa pralon setinggi 1,5 meter berdiameter 2,5 inch. Cara mengeluarkan tabung dengan mengisi air yang harus diambil di sungai dengan kantong plastik berlubang atau dengan anggota tubuh lain. Dalam setiap kelompok, dua orang berjaga menopang pipa pralon dengan tali sementara yang lainnya berusaha secepat mungkin mengisi pralon. Setelah pralon penuh, tabung akan terapung dan harus diambil dengan seutas benang (tidak boleh dipegang) dan dibawa untuk disentuhkan ke bintang yang terletak 3 meter di belakang lokasi pengisian pralon. Tantangan ini sungguh-sungguh menguras tenaga. Mereka harus secepat mungkin mengeluarkan/mengapungkan tabung kosong dengan mengisikan air ke dalam pralon. Untuk itu mereka hanya boleh menggunakan alat (kantong plastik berlubang) atau anggota tubuh lain (misalnya tangan). Strateginya bebas, dan kelompok Patrick memilih menggunakan strategi membawa air secara estafet, sementara SpongeBob memilih untuk masing-masing membawa air. Dengan cara estafet pengisian air lebih lambat tetapi tidak begitu menguras tenaga. Tetapi dengan cara perorangan, pengisian air bisa lebih cepat sekaligus sangat melelahkan. Semua pembawa air terlihat bekerja sangat keras sehingga perolehan air terlihat seimbang. Persaingan ketat berlangsung sekitar 15 menit. Salah seorang kelompok Sponge Bob bahkan sampai menggunakan mulut untuk untuk menampung air. Sungguh usaha yang patut dihargai. Dalam persaingan yang sedemikian tegang sayang sekali penjaga tabung kelompok Patrick sempat lengah sehingga menumpahkan air dalam pralon.

Pelajaran: persaingan di semua lini kehidupan (ipoleksos budhankam) kian hari akan kian ketat dan bahkan mematikan. Kita sebagai anak-anak TUHAN harus mempersiapkan dan menempa diri sebaik dan semaksimal mungkin. Kita harus belajar menjadi pekerja keras. Tapi bekerja keras saja belum cukup karena semua yang kita kerjakan baru bermanfaat apabila dikerjakan secara tuntas. Namun kedua hal ini masih belum cukup untuk memperoleh hasil yang maksimal tanpa kerja sama. Kerja sama, kerja tuntas dan kerja sama! Tiga hal yang musti mulai kita seriusi. Jika hanya untuk memperoleh "star" dalam tantangan ini kita bisa dan mau melakukan ketiganya, mengapa kita tidak melakukannya untuk mengejar "real star" (baca: cita-cita) ? Bukankah konteks di PMK MC saat ini sangat kondusif untuk mengerjakan ini semua? Dalam penutup suratnya kepada jemaat di Roma, Paulus menuliskan satu salam yang unik yang mungkin tidak pernah kita cermati, yaitu "Salam kepada Maria, yang telah bekerja keras untuk kamu. " (Rom 16:6). Kita tidak tahu Maria yang mana yang Paulus maksudkan (karena nama Maria adalah, maaf, nama pasaran pada waktu itu dan sekarang) tetapi baik Paulus maupun jemaat di Roma tahu hanya ada seorang Maria yang menjadi berkat bagi mereka saat itu. Salam ini menjadi unik karena Paulus tidak memuji kesalehan Maria, atau kepandaiannya berkhotbah, atau suaranya yang merdu, atau kecantikannya, tetapi karena kerja kerasnya untuk jemaat. Paulus tertarik dengan karakter ini karena ia tahu persis apa dan bagaimana itu kerja keras: "Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku." (1Korintus 15:10). Kasih karunia (keselamatan) yang diterima Paulus (dan Maria) tidak mereka sia-siakan sehingga menghasilkan etos kerja keras yang sangat kuat tapi tidak sombong :)
Saya tidak dapat membayangkan betapa luar biasanya hasil yang akan kita peroleh bersama apabila hal ini sungguh-sungguh terwujud di antara kita. Kita menjadi kumpulan orang-orang pekerja keras: mau mati-matian belajar untuk kuliah dan melayani. Kita terbiasa kerja hingga tuntas. Dan kita menjadi komunitas yang saling bantu sehingga sinergi untuk mencapai hasil maksimal dalam studi dan pelayanan terwujud. Orang tua kita akan bangga dan bahagia karena semua yang mereka percayakan kepada kita (khususnya uang dan kesempatan studi) dapat kita manfaatkan dan pertanggungjawabkan seoptimal mungkin. Dan yang penting: kita menjadi komunitas yang memuliakan TUHAN melalui kesaksian gaya hidup dan studi yang wow indahnya. Seperti foto para pemenang dalam tantangan ini, akan ada limpahan sukacita, kepuasan, dan ucapan syukur, dan yang jelas bukan sekadar dalam permainan, tapi dalam kehidupan nyata. Mau?

Tantangan kedua: setiap kelompok berlomba memindahkan tepung menggunakan kedua tangan melalui atas kepala secara estafet. Masing-masing kelompok mendapat jatah 1,5 kg tepung, dan kelompok yang berhasil memindahkan tepung terbanyak yang menang. Namun jika kedua kelompok mampu memindahkan tepung dengan jumlah yang sama baru kecepatan menjadi penentu. Di sini kecermatan dan ketelitian lebih utama dari pada kecepatan, karena apa artinya cepat apabila banyak tepung yang terbuang. Selain itu mereka harus rela berkorban kotor-kotor kena tepung (karena kesalahan sendiri, yaitu jika tidak memegang tepung dengan rapat). Dan mereka juga harus belajar menerima hasil rekan sekerja apa adanya. Semakin hati-hati dan cermat memindahkan tepung ke belakang, semakin banyak tepung yang bisa disimpon orang paling belakang. Sebaliknya, semakin sembarangan menggenggam tepung dan mengoper, semakin banyak tepung yang terbuang.

Pelajaran: ada tiga unsur yang mau ditekankan dalam tantangan ini, yaitu kecermatan, kecepatan, dan berani terima resiko. Sekali lagi, ketiganya merupakan kualitas sekaligus tuntutan yang harus terus kita jadikan habit untuk menjawab tantangan dunia yang kian kompetitif ini. Ketika memikirkan hal ini, saya teringat dengan prestasi kerja Daniel di kekaisaran kafir pada masa pemerintahan Darius. Dicatat demikian, "Kemudian para pejabat tinggi dan wakil raja itu mencari alasan dakwaan terhadap Daniel dalam hal pemerintahan, tetapi mereka tidak mendapat alasan apapun atau sesuatu kesalahan, sebab ia setia dan tidak ada didapati sesuatu kelalaian atau sesuatu kesalahan padanya" (Daniel 6:5). Daniel sama sekali tidak bersungut-sungut atau menyalahkan TUHAN karena mengizinkan dia jadi tawanan dan menempatkan dia bekerja di lingkungan penyembah berhala dengan rekan-rekan sekerja yang memusuhi, penuh dengki dan licik. Ia mengerjakan seluruh tanggung jawab pekerjaannya dengan setia. Dan menarik sekali pada ayat selanjutnya dikatakan, "Maka berkatalah orang-orang itu: "Kita tidak akan mendapat suatu alasan dakwaan terhadap Daniel ini, kecuali dalam hal ibadahnya kepada Allahnya!" (Daniel 6:6) Kita melihat realitas yang sering menghadang anak-anak TUHAN: kesalehan Daniel justru membawa masalah yang besar di tengah lingkungan yang bengkok. Kita dapat membaca sendiri kisah seru yang terjadi setelah itu. Namun singkat kata: Daniel tidak hanya mempunyai kualitas tetapi juga integritas. Hidupnya sama sekali tidak melekat kepada berkat (baca: jabatan, fasilitas, gengsi, dan kuasa), tetapi tetap melekat hanya pada TUHAN.
Dia menghormati dan tunduk kepada TUHAN sekalipun beresiko kehilangan semua berkat dan nyawa!

Kesimpulan kisah Daniel ini seringkali berhenti pada "Daniel lolos dari mulut singa-singa yang kelaparan" atau pada "TUHAN akan membela anak-anak-Nya yang setia." Ini tidak salah, tetapi perhatikan ayat 26-28, "Kemudian raja Darius mengirim surat kepada orang-orang dari segala bangsa, suku bangsa dan bahasa, yang mendiami seluruh bumi, bunyinya: "Bertambah-tambahlah kiranya kesejahteraanmu! Bersama ini kuberikan perintah, bahwa di seluruh kerajaan yang kukuasai orang harus takut dan gentar kepada Allahnya Daniel, sebab Dialah Allah yang hidup, yang kekal untuk selama-lamanya; pemerintahan-Nya tidak akan binasa dan kekuasaan-Nya tidak akan berakhir.
Dia melepaskan dan menolong, dan mengadakan tanda dan mujizat di langit dan di bumi, Dia yang telah melepaskan Daniel dari cengkaman singa-singa." Kita musti tiba pada kesimpulan ini, yaitu TUHAN dimuliakan sampai ke ujung dunia. Ibarat tepung-tepung dalam tantangan yang tidak boleh dinikmati untuk diri sendiri, tetapi harus diteruskan sampai orang terakhir, demikian juga segenap aspek hidup kita harus kita tujukan, arahkan, pikirkan, dan gumulkan untuk memuliakan TUHAN. Sudah menjadi kebiasaan bagi hampir semua anak-anak TUHAN hanya fokus pada diriku, keluargaku, gerejaku, teman-temanku, dan hampir tidak pernah mengkaitkan dengan apa yang TUHAN mau: yaitu agar kemuliaan-Nya mencapai seluruh bangsa. Entah bagaimana terjadinya, banyak anak-anak TUHAN dan gereja/persekutuan hanya menginginkan berkat Abraham sehingga menjadi sedemikian materialistis, berpikir sempit, dan dapat dikatakan egois. Tanpa disadari mereka menghapus frase terakhir dari janji TUHAN kepada Abraham, "Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat" (Kejadian 12:3). Sehingga kita bisa melihat betapa banyaknya para aktifis di persekutuan/gereja yang tahapan hidupnya seperti ini: lulus, berjuang mencari pekerjaan, menikah, semakin mapan, dan menjadi aktifis di gereja. Terhisap dalam kesibukan keluarga, pekerjaan, dan acara-acara (intern) gereja. Tujuan dan keinginan TUHAN agar setiap orang percaya membawa kemuliaan-Nya sampai ke semua kaum di muka bumi hampir tidak pernah lagi terpikirkan! Kalaupun ada mission trip ke luar negeri atau pedalaman, maaf, seringkali itu tidak beda jauh dengan wisata/petualangan rohani belaka. Mari kita pikirkan, renungkan, dan definisikan ulang tujuan hidup kita. "Terlalu sedikit bagimu hanya untuk menjadi hamba-Ku, untuk menegakkan suku-suku Yakub dan untuk mengembalikan orang-orang Israel yang masih terpelihara. Tetapi Aku akan membuat engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa supaya keselamatan yang dari pada-Ku sampai ke ujung bumi." (Yesaya 49:6)

Tantangan di sini berjudul "River of Faithfullness." Bagaimana kita dapat dikatakan setia? Yaitu, apabila kita taat pada seluruh keinginan TUHAN. Kita harus menyelaraskan pikiran dan hati kita seperti pikiran dan hati TUHAN yang mencintai seluruh kaum dan bahasa di bumi ini. Apa yang ada pada kita sekarang sudah seharusnya diarahkan ke sana. Kita dapat mulai membangun pengaruh untuk membawa gereja/lembaga pelayanan di mana kita berada untuk melihat apa yang TUHAN lihat, merasa apa yang TUHAN rasa, dan menjangkau apa yang TUHAN jangkau. Kita juga dapat menjadi pendoa dan pendukung lembaga-lembaga misi dan penerbitan/penterjemahan Alkitab di seluruh kaum dan bahasa di dunia ini. Dan kalau TUHAN mengutus kita pergi, kita pun dapat dengan rela dan terhormat, menjawab, "Ini aku TUHAN, utuslah aku."

Sebagai satu ilustrasi penutup. Pada natal tahun 2006, kami mengadakan natalan di SD Bopkri Gunung Ijo - Kulon Progo. Setelah survei dan menghitung-hitung kekuatan kami untuk mencari dana, akhirnya diputuskan untuk memberikan beasiswa SPP kepada 83 anak dan sedikit tambahan honor bulanan kepada guru honorer selama setahun yang besarnya sekitar Rp. 6.300.000,- Pada saat yang sama, sebuah gereja di sebuah kota besar mengadakan natalan untuk anak-anak sekolah minggunya ke Korea Selatan selama seminggu dengan biaya per anak US$ 700/anak (atau Rp 6.440.000,- dengan kurs Rp. 9.200,-). Jika ada anak 30 anak sekolah minggu yang berangkat, plus guru sekolah minggu dan beberapa ortu, katakanlah 20 orang sehingga total berjumlah 50 orang, bukankah sebenarnya biaya natalan keluar negeri itu setara dengan biaya pendidikan di SD tersebut selama 50 tahun! Ya, untuk konteks SD Bopkri Gunung Ijo, ini berarti selama 50 tahun ke depan ada 80x50 = 400 an anak-anak miskin terbebas dari biaya pendidikan, dan ada 6 guru honorer mendapat yang bergaji Rp. 200.000/bulan mendapat tambahan Rp. 50.000,-/bulan. Ini baru satu contoh kasus: natalan anak-anak sekolah minggunya. Belum lagi untuk natalan remaja, natalan pemuda, natalan komisi wanita, natalan lansia, natalan gabungan. Dan ini juga masih dalam konteks natalan, masih ada konteks lainnya: pembangunan gereja, ziarah rohani, mission-mission tripan, dkk.
Tentu, masing-masing sedang mengerjakan dan mempertanggungjawabkan pelayanannya kepada TUHAN. Tetapi, coba mari kita bayangkan betapa luar biasanya besarnya sebenarnya kesempatan dan potensi yang dimiliki gereja-gereja di kota besar (khususnya) di Indonesia ini apabila mereka bersehati mau 'berkorban' mengalokasikan dana-dana intern untuk memajukan pendidikan dan kesehatan di Indonesia ini. Tanpa banyak dikotbahkan pun bangsa ini akan melihat kemuliaan TUHAN yang terpancar melalui gereja-Nya. Jika biaya perayaan natal seluruh gereja dan seluruh lembaga pelayanan (para church) di Indonesia tahun 2007 ini digabung, saya perkirakan jumlahnya bisa lebih dari 2 trilyun rupiah. Jumlah sebesar ini dihabiskan hanya untuk perayaan ini itu dalam kurun waktu seminggu. Andai jumlah tersebut dipakai untuk mewujudkan pelayanan pendidikan dan kesehatan gratis di wilayah-wilayah miskin dan/atau tertinggal dan/atau terpencil, pastilah sungguh-sungguh menjadi berkat besar bagi bangsa ini selama bertahun-tahun. Tapi rasanya itu mustahil karena setiap gereja/lembaga pelayanan sudah terbiasa membelenggu diri dengan perayaan berkedok menghormati kelahiran Tuhan Yesus. Suatu situasi dan semangat yang juaauuuhh berbeda dengan 'perayaan' (baca: pengorbanan) Natal Pertama di mana Sang Juruselamat lahir di kandang. "Merayakan" memang juaaauhhh lebih ueenaaakk dari pada "mengorbankan." Bukanlah lebih menyenangkan dan meriah merayakan natal sebagaimana yang diciptakan dan terus direproduksi oleh dunia ini, dari pada 'merayakan' natal pertama sebagaimana yang Alkitab catat? Sampai pada titik ini, sebenarnya semua perayaan itu untuk siapa? Untuk kesenanganku? Untuk tradisi gerejaku? Untuk mentaati kalender internasional tanggal 25 Desember (yang sama sekali tidak disebut dalam Alkitab dan tulisan bapa-bapa gereja)?
Atau untuk Sang Juruselamat?

11 October 2007

Weekend 2007: The Moment of Change (part 3)

~ Chapter 2: Ditch of Obedience ~
Tantangan: kelompok yang mendapat "chance" terbanyak yang akan mendapatkan "star"


"Chance" di sini diwakili oleh potongan-potongan sterofoam dengan ukuran 1cm x 1cm x 8cm (36 buah) dan 1cm x 1cm x 5cm (8 buah). Potongan besar bernilai "1" dan potongan kecil bernilai "2." Semua personil dalam kelompok diatur berpasangan dan berselang-seling (dengan kelompok lawan) sepanjang saluran untuk kemudian harus berusaha menangkap sebanyak mungkin potongan sterofoam yang dihanyutkan dari depan. Teman yang di air bertugas menangkap "chance" sebanyak mungkin dengan arahan partner yang di atas. Yak...yak... kanan... kanan... tahan..tahan... dikit lagi... wuaahhhh..... kiri.. kiri... duuuuhhhh.... woaaahh... tuh... ada lagi... kanan dikit... dikit lagi... truss... horeeee... dapet... dapet... awas... ada lagi... ada dua di arah jam sebelas... dah dekat.. tahan... (dan seterusnya sampai berbusa-busa dah heehehe..) Begitu seterusnya sampai seluruh sterofoam yang dihanyutkan habis dan setiap kelompok mengumpulkan hasil tangkapan mereka kemudian dihitung.

Pelajaran: ada 3 hal pelajaran. Pertama, di dunia ini ada dua macam orang: yang selalu melihat kesempitan di setiap kesempatan dan yang selalu melihat kesempatan di setiap kesempitan. Banyak di antara kita tentu sudah pernah mendengar kisah dua sales sepatu yang diutus untuk survey ke satu desa di pedalaman Afrika. Ketika tiba saatnya mereka memberikan laporan, sales pertama mengatakan, "Wah, percuma Boss, di desa itu tidak ada orang yang bersepatu. Percuma saja buka cabang di sana, nggak ada yang bakalan beli!" Tetapi sales kedua mengatakan yang sebaliknya, "Luar biasa Boss! Di desa itu tidak ada seorangpun yang bersepatu. Satu potensi pasar yang luar biasa menunggu kita di sana!" You see, kondisinya yang ditemui kedua sales itu sama persis. Orang Jawa bilang, "pleg ketepleg!" Tetapi respon kedua sales tersebut sangat kontras. Jadi bukan klaim diri, pengakuan, pengetahuan, atau gelar-gelar tetapi respon seseorang dalam kondisi kritikallah yang menunjukkan jati diri orang itu yang sesungguhnya. Situasi ini mirip dengan kisah ke-12 pengintai yang diutus Musa untuk memata-matai Kanaan (temukan kisah serunya di Bilangan 13-14:38). 10 pengintai melihat kesempitan ketika ada kesempatan. Sebagai bangsa yang baru lolos dari perbudakan, laporan ke-10 pengintai ini sangat realistis dan sangat masuk akal. Hanya 2 pengintai, Yosua dan Kaleb, yang melihat kesempatan dalam kesempitan yang ada. Kedua orang ini memilih untuk lebih mempercayai dan tunduk TUHAN dari pada menyerah kepada situasi. "Jika TUHAN berkenan kepada kita, maka Ia akan membawa kita masuk... janganlah memberontak kepada TUHAN, ... TUHAN menyertai kita..." (Bilangan 14:8-9).
Sikap ini menentukan akhir hidup mereka: 10 pengintai binasa (kena tulah) di padang gurun! Mereka sudah mengalami dan menyaksikan kedasyatan TUHAN ketika membawa mereka keluar dari Mesir. Mereka melewati laut yang terbelah. Mereka melihat tiang awan dan tiang api. Tetapi mereka binasa di tengah jalan karena menyerah pada situasi (baca: menolak percaya pada TUHAN). Sementara itu, Yosua dan Kaleb, sekalipun mereka minoritas, tidak realistis alias terlalu fanatik, dan nyaris kehilangan nyawa, mereka masuk tanah Perjanjian! Hip hip, huraaiii! Hip hip, Halleluya!!! Tapi, sssstt.... ngomong-ngomong, Anda termasuk tipe orang macam mana? So, gak perduli kamu sudah seaktif apa dalam pelayanan jika tema besar hidupmu tidak tunduk dan taat pada TUHAN, semuanya itu sia-sia! Kamu hanya mirip orang percaya, karena "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga." (Matius 7:21). Jika Kamu perhatikan beberapa ayat sesudah Tuhan Yesus mengatakan hal tersebut, jangan heran dengan dalih yang diajukan oleh 'para pembuat kejahatan' ini yaitu mereka merasa sudah melayani Tuhan dengan luar biasa. Mungkin sekali yang terjadi adalah mereka melayani untuk kepentingan dan dengan mengandalkan cara mereka sendiri. Jenis pelayanan seperti ini dapat dideteksi dengan mudah yaitu lebih banyak rapat dan berdebatnya dari pada berdoanya. Kalau rapat bisa berjam-jam lamanya. Tapi kalau harus berdoa untuk mencari pimpinan dan pertolongan Tuhan mungkin hanya bisa tahan berdetik-detik. Bagaimana?

Pelajaran kedua, dalam simulasi ini, untuk dapat menangkap sterofoam sebanyak-banyaknya, rekan 'buta' di air mau tidak mau harus mempercayai partnernya yang melihat. Tidak ada pilihan lain! Jika hal ini dikaitkan dengan dosa, maka "jika semua orang berdosa, maka semua orang membutuhkan seseorang yang tidak berdosa untuk menyelamatkan mereka." Tidak ada pilihan lain! Alkitab dengan tegas menyatakan bahwa "Semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah." (Roma 3:23). Alkitab juga dengan tegas menyatakan bahwa hanya ada satu pribadi yang tanpa dosa yang TUHAN pilih untuk jadi Juruselamat, yaitu Kristus Yesus. "... Yang aku maksudkan, ialah Yesus dari Nazaret, seorang yang telah ditentukan Allah dan yang dinyatakan kepadamu dengan kekuatan-kekuatan dan mujizat-mujizat dan tanda-tanda yang dilakukan oleh Allah dengan perantaraan Dia di tengah-tengah kamu, seperti yang kamu tahu. Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencana-Nya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka. Tetapi Allah membangkitkan Dia dengan melepaskan Dia dari sengsara maut, karena tidak mungkin Ia tetap berada dalam kuasa maut itu." (Kisah Para Rasul 2:22-24). "Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darah-Nya. ..." (Roma 3:25a). "Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah; Ia, yang telah dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh," (1Petrus 3:18). Jika kita berhutang pada bank, siapakah yang berhak menentukan syarat-syarat pembayarannya? Kamu akan bilang, "Gila loe!!!" jika saya berani bilang "Sayalah yang berhak menentukan syarat-syarat pembayarannya!" Demikian juga, seperti ketiga ayat di atas, TUHANlah yang menentukan cara-cara penghapusan dosa! So, Kamu tahu apa yang harus Kamu katakan pada diri sendiri, jika Kamu masih ingin mencoba cara lain.

Pelajaran ketiga, singkat saja, melalui tantangan ke dua ini, kita dapat dengan mudah menemukan bahwa sempitnya saluran justru menjadi berkah. Coba bayangkan kalau kita pakai sungai bengawan solo (tuk..tuk..tuk... gubrak). Dalam setiap kesempitan selalu saja ada kesempatan. Naa, berkaitan dengan jalan yang sempit, Kristus memperingatkan kita semua demikian, "Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya." (Matius 7:13-14 ). Naa, Kamu sedang menuju pintu yang mana, yang menuju pada kehidupan, atau yang menuju pada kebinasaan?

Weekend 2007: The Moment of Change (part 2)

~ Chapter 1: Bridge of Hope ~
Tantangan: kelompok mana yang lebih cepat menemukan "star"


Lukisan wajah yang dibuat oleh masing-masing peserta pada acara perkenalan sehari sebelumnya kini digunakan sebagai topeng yang 'membutakan.' Di sini ketua kelompok tanpa topeng harus membimbing kelompoknya untuk melewati jembatan yang diberi rintangan ringan dan harus secepat mungkin berusaha menemukan STAR yang tersembunyi di satu tempat di jembatan. Seluruh anggota juga harus sepenuhnya memperhatikan aba-aba ketua dan saling mendukung. Mau tidak mau mereka harus belajar mempercayai satu sama lain agar misi ini dapat mereka selesaikan secepat mungkin.


Pelajaran: dalam acara perkenalan sehari sebelumnya, instruksi yang diberikan adalah melukis wajah idaman. Ada berusaha membuat secantik/seganteng mungkin, ada yang sebaliknya, dan ada yang sembarangan. Entah bagaimanapun cara membuatnya, hal tersebut diarahkan untuk menunjukkan adanya kecenderungan kita menggunakan topeng untuk mendapatkan penilaian yang kita inginkan dari orang lain. Ada yang ingin dinilai baik, perhatian, bertanggung jawab, saleh, dkknya. Tetapi ada pula yang sebaliknya, ingin dinilai buruk, maksudnya ingin dikenal sebagai pribadi yang 100% bebas dari segala macam aturan, yang judes, yang super cuek bebek, dkknya juga. Dan yang terakhir ada yang bertipe egp 'emangnya gue pikirin' gak perduli apa kata orang. Nah, dalam menjalani kehidupan kita sehari-hari seringkali ada saat-saat di mana topeng-topeng yang kita gunakan tersebut justru jadi beban dan melelahkan. Di dunia ini tidak ada yang bebas konsekuensi. Apa yang kita tabur akan kita tuai. Dan celakanya, pada saat-saat seperti itu kita jadi merasa terjebak dengan status yang orang lain berikan karena topeng kita itu. Yang ingin dipandang baik, mungkin akan tiba pada situasi mulai kelelahan mempertahankan status tersebut. Yang ingin dipandang buruk, mungkin akan menyesali cara pandangnya. Dan yang cuek bebek, mungkin akan merasa kesepian. Nah, dalam situasi seperti ini, biasanya ada dua kemungkinan. Pertama, kita terus berusaha mempertahan status kita walau untuk itu kita harus membayar mahal, korban perasaan, dan kian merasa tersiksa. Atau kedua, kita, disadari atau tidak, mulai melepas topeng kita sehingga membuat orang di sekitar kita heran, terkejut, takjub atau sebaliknya kecewa, merasa tertipu, dan bahkan terluka. Melalui simulasi ini diarahkan dan diharapkan kita menyadari betapa tidak leluasanya hidup dengan topeng tetapi sekaligus juga belajar untuk percaya.

Dalam suratnya kepada jemaat di Korintus Paulus dengan tegas menyatakan, "Jika Injil yang kami beritakan masih tertutup juga, maka ia tertutup untuk mereka, yang akan binasa, yaitu orang-orang yang tidak percaya, yang pikirannya telah dibutakan oleh ilah zaman ini, sehingga mereka tidak melihat cahaya Injil tentang kemuliaan Kristus, yang adalah gambaran Allah." (2Korintus 4:3-4). Jika konsekuensi menggunakan topeng dalam hidup sehari hanya sebatas masalah dengan orang lain, maka betapa mengerikannya jika kita mengenakan topeng dari ilah zaman yang membutakan kita dari cahaya Injil tentang kemuliaan Kristus! Kita akan mendapatkan masalah dunia akhirat! Sama seperti setiap anggota kelompok yang buta karena topeng harus percaya kepada pemimpin kelompok yang tidak buta agar dapat mendapatkan bintang, demikian juga setiap orang berdosa membutuhkan Kristus untuk memperoleh keselamatan. Sebab "... keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia [KRISTUS], sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah Para Rasul 4:12) Mengapa Lukas berani banget mencatat pernyataan Petrus dan Yohanes seperti itu? Apa ini tidak terlalu berlebihan? Tidak! Sebab Kristus sendiri juga dengan tegas menyatakan, "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yohanes 14:6) dan "Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya." (Yohanes 3:36). Pemimpin agama mana yang berani menyatakan klaim setegas dan mutlak seperti ini? Ini bukan masalah 'adu kesaktian' pemimpin agama ato banding-bandingkan dengan agama lain. Agama Kristen pun tidak menyelamatkan. Itulah sebabnya, Kristus tidak datang membawa agama. Ia datang membawa dan mempersembahkan diri-Nya sebagai korban penghapus dosa. Barangsiapa percaya dan menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, maka ia akan diselamatkan.