TEMPO Interaktif, Jakarta: Sabtu, 19 Januari 2008
Penulis: Ninin Prima Damayanti Sandy Indra Pratama
Pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan yang marak terjadi belakangan ini dikhawatirkan akan mengarah pada konflik horizontal yang lebih besar menjelang pemilihan umum 2009. Pemerintah diminta tegas bersikap sebelum tindakan anarkis yang mengatasnamakan agama meluas.
Managing Director Imparsial Rusdi Marpaung mengatakan, pemerintah harus memiliki solusi penyelesaian yang sensitif dan tepat. Aparat penegak hukum juga harus menindak kelompok-kelompok yang melakukan tindakan anarkis terhadap kelompok lain dengan mengatasnamakan agama. “Kalau tidak tegas, nanti terjadi konflik horisontal yang semakin meluas,” kata Rusjdi dalam jumpa pers di kantor Imparsial, Jumat siang.
Imparsial menggarisbawahi, pada 2007 tindakan anarkis yang mengatasnamakan agama meningkat. Kasus kekerasan terjadi pada Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), pengikut Al Qiyadah Al Islamiyah, penutupan paksa sejumlah tempat ibadah, dan pelarangan cara-cara ibadah tertentu adalah contoh kasus yang terjadi.
Ia menyarankan kepada pemerintah agar dalamwaktu dekat ini mengeluarkan pernyataan resmi bahwa kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia dijamin oleh undang-undang. Selain tercantum dalam Pasal 18 Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, hak beragama juga tercantum dalam pasal 281 (1) Amandemen Kedua UUD 1945.
Ghufron Mabruri, Koordinator Riset HAM Imparsial menegaskan, aparat
memiliki kewenangan represi dan penggunaan kekuatan untuk mencegah dan menghentikan terjadinya kekerasan kepada warga. “Negara sama saja menjadi pelaku kejahatan kalau membiarkan kekerasan terus terjadi,” katanya.
Sementara itu, puluhan pengunjuk rasa dari Front Pembela Islam (FPI) mendatangi Kejaksaan Agung untuk memprotes keputusan Badan Koordinasi Pengawas Agama dan Kepercayaan (Bakor Pakem) soal Ahmadiyah.
Sekretaris Jenderal FPI DKI Jakarta, Awit Mashudi mengatakan keputusan yang diambil oleh Kejaksaan melalui Bakor Pakem menyesatkan umat. Menurut dia, orang yang paling bertanggungjawab adalah Jaksa Agung Muda bidang Intelijen Wisnu Subroto sebagai Wakil Ketua Bakor Pakem. "Keputusan Bakor Pakem merupakan penipuan aqidah dan penyesatan umat," katanya.
Setelah puas berorasi di pintu gerbang Kejaksaan sekitar satu jam, mereka membubarkan diri. Para pengunjuk rasa sempat memacetkan Jalan Sultan Hassanudin, Jakarta Selatan.
Penulis: Ninin Prima Damayanti Sandy Indra Pratama
Pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan yang marak terjadi belakangan ini dikhawatirkan akan mengarah pada konflik horizontal yang lebih besar menjelang pemilihan umum 2009. Pemerintah diminta tegas bersikap sebelum tindakan anarkis yang mengatasnamakan agama meluas.
Managing Director Imparsial Rusdi Marpaung mengatakan, pemerintah harus memiliki solusi penyelesaian yang sensitif dan tepat. Aparat penegak hukum juga harus menindak kelompok-kelompok yang melakukan tindakan anarkis terhadap kelompok lain dengan mengatasnamakan agama. “Kalau tidak tegas, nanti terjadi konflik horisontal yang semakin meluas,” kata Rusjdi dalam jumpa pers di kantor Imparsial, Jumat siang.
Imparsial menggarisbawahi, pada 2007 tindakan anarkis yang mengatasnamakan agama meningkat. Kasus kekerasan terjadi pada Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), pengikut Al Qiyadah Al Islamiyah, penutupan paksa sejumlah tempat ibadah, dan pelarangan cara-cara ibadah tertentu adalah contoh kasus yang terjadi.
Ia menyarankan kepada pemerintah agar dalamwaktu dekat ini mengeluarkan pernyataan resmi bahwa kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia dijamin oleh undang-undang. Selain tercantum dalam Pasal 18 Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, hak beragama juga tercantum dalam pasal 281 (1) Amandemen Kedua UUD 1945.
Ghufron Mabruri, Koordinator Riset HAM Imparsial menegaskan, aparat
memiliki kewenangan represi dan penggunaan kekuatan untuk mencegah dan menghentikan terjadinya kekerasan kepada warga. “Negara sama saja menjadi pelaku kejahatan kalau membiarkan kekerasan terus terjadi,” katanya.
Sementara itu, puluhan pengunjuk rasa dari Front Pembela Islam (FPI) mendatangi Kejaksaan Agung untuk memprotes keputusan Badan Koordinasi Pengawas Agama dan Kepercayaan (Bakor Pakem) soal Ahmadiyah.
Sekretaris Jenderal FPI DKI Jakarta, Awit Mashudi mengatakan keputusan yang diambil oleh Kejaksaan melalui Bakor Pakem menyesatkan umat. Menurut dia, orang yang paling bertanggungjawab adalah Jaksa Agung Muda bidang Intelijen Wisnu Subroto sebagai Wakil Ketua Bakor Pakem. "Keputusan Bakor Pakem merupakan penipuan aqidah dan penyesatan umat," katanya.
Setelah puas berorasi di pintu gerbang Kejaksaan sekitar satu jam, mereka membubarkan diri. Para pengunjuk rasa sempat memacetkan Jalan Sultan Hassanudin, Jakarta Selatan.
Sumber: http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2008/01/19/brk,20080119-115759,id.html
No comments:
Post a Comment