27 January 2008

Berita Wisuda

Segenap keluarga besar PMK Melisia Christi mengucapkan selamat untuk diwisudanya ketiga rekan kita:

Rahmat Ariyana Putra, S.E.




Petter Sanjaya, S.E.



[ foto sedang dalam proses ]



Willy, S.E.

Kiranya TUHAN kian menyatakan pimpinan-Nya di dalam dan melalui hidup kalian.

Perhatikanlah orang yang tulus dan lihatlah kepada orang yang jujur, sebab pada orang yang suka damai akan ada masa depan; (38) tetapi pendurhaka-pendurhaka akan dibinasakan bersama-sama, dan masa depan orang-orang fasik akan dilenyapkan. (39) Orang-orang benar diselamatkan oleh TUHAN; Ia adalah tempat perlindungan mereka pada waktu kesesakan; (40) TUHAN menolong mereka dan meluputkan mereka, Ia meluputkan mereka dari tangan orang-orang fasik dan menyelamatkan mereka, sebab mereka berlindung pada-Nya.
Mazmur 37:37-40



_____________________________________________________
Hari dan tanggal: Sabtu, 26 Januari 2008
Lokasi: Kampus II - Universitas Atma Jaya Yogyakarta

26 January 2008

Lomba Masak NASI GORENG

Sabtu setelah doa pagi menjadi Sabtu yang istimewa. Anak-anak tidak keringatan karena olah raga, tapi keringatan karena lomba memasak. Biaya bahan disediakan maksimal Rp. 15.000,- untuk membuat dua porsi nasi goreng. Waktu yang diberikan 45 menit. Dan inilah hasil hasil kerja keras dan kreativitas peserta lomba masak nasi goreng. Salut untuk semangat dan hasil yang luar biasa ini:


Kika: Yeyen, Vera, Novita Deli dan Nono


Kika: Sandy, Yudha, Cici dan Sisca


Kika: Ricky, Fitri, Stefany dan Irva


Kika: Hansen, Leny, Delfi dan Aldo (in invisible mode hehe..)


Kika: Akin, Andre, Aheng dan Ati


Tampak atas kesibukan teman-teman yang lagi berdjoeang.


Ada tiga kriteria penilaian, yaitu rasa, kebersihan dan penampilan. Dan dalam putaran pertama ini, piala bergilir lomba masak dimenangkan oleh Nasi Goreng Laki Banget. Juri: Ajung, Ribkah dan Welly. Masih ada dua seri putaran lomba masak lagi dalam semester ini, yaitu super spagetti (putaran kedua) dan bubur gaul (putaran ketiga). Jadi setiap kelompok yang ada sudah bisa jauh-jauh hari mencari ide. Siapa yang akan jadi pemenang berikutnya? Kita tunggu saja ya.

Slide liputan lomba masak:


______________________________________________________
Hari dan tanggal: Sabtu, 26 Januari 2008
Lokasi: Halaman Home Training PMK Melisia Christi

PU Pertama 2008: Perjamuan Kasih

Puji TUHAN! Setelah hampir sebulan lamanya libur Persekutuan Umum PMK Melisia Christi dimulai lagi Kamis yang lalu. Pada pertemuan perdana ini kami mengadakan Perjamuan Kasih, yaitu keakraban dan makan-makan. Menu makanannya luar biasa karena sengaja dibuat sendiri: ca kangkung, tempe goreng, sambel bawang, ikan asin kalimantan, dan semangka. Berikut beberapa rekaman acaranya:

Gambar 1: Saat bersekutu bersama.

Gambar 2: Saat makan.

Gambar 3: Efek samping huehehehe...

21 January 2008

Pemerintah Dinilai Abai Jamin Kebebasan Beragama

TEMPO Interaktif, Jakarta: Sabtu, 19 Januari 2008
Penulis: Ninin Prima Damayanti Sandy Indra Pratama


Pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan yang marak terjadi belakangan ini dikhawatirkan akan mengarah pada konflik horizontal yang lebih besar menjelang pemilihan umum 2009. Pemerintah diminta tegas bersikap sebelum tindakan anarkis yang mengatasnamakan agama meluas.

Managing Director Imparsial Rusdi Marpaung mengatakan, pemerintah harus memiliki solusi penyelesaian yang sensitif dan tepat. Aparat penegak hukum juga harus menindak kelompok-kelompok yang melakukan tindakan anarkis terhadap kelompok lain dengan mengatasnamakan agama. “Kalau tidak tegas, nanti terjadi konflik horisontal yang semakin meluas,” kata Rusjdi dalam jumpa pers di kantor Imparsial, Jumat siang.

Imparsial menggarisbawahi, pada 2007 tindakan anarkis yang mengatasnamakan agama meningkat. Kasus kekerasan terjadi pada Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), pengikut Al Qiyadah Al Islamiyah, penutupan paksa sejumlah tempat ibadah, dan pelarangan cara-cara ibadah tertentu adalah contoh kasus yang terjadi.

Ia menyarankan kepada pemerintah agar dalamwaktu dekat ini mengeluarkan pernyataan resmi bahwa kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia dijamin oleh undang-undang. Selain tercantum dalam Pasal 18 Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, hak beragama juga tercantum dalam pasal 281 (1) Amandemen Kedua UUD 1945.

Ghufron Mabruri, Koordinator Riset HAM Imparsial menegaskan, aparat
memiliki kewenangan represi dan penggunaan kekuatan untuk mencegah dan menghentikan terjadinya kekerasan kepada warga. “Negara sama saja menjadi pelaku kejahatan kalau membiarkan kekerasan terus terjadi,” katanya.

Sementara itu, puluhan pengunjuk rasa dari Front Pembela Islam (FPI) mendatangi Kejaksaan Agung untuk memprotes keputusan Badan Koordinasi Pengawas Agama dan Kepercayaan (Bakor Pakem) soal Ahmadiyah.

Sekretaris Jenderal FPI DKI Jakarta, Awit Mashudi mengatakan keputusan yang diambil oleh Kejaksaan melalui Bakor Pakem menyesatkan umat. Menurut dia, orang yang paling bertanggungjawab adalah Jaksa Agung Muda bidang Intelijen Wisnu Subroto sebagai Wakil Ketua Bakor Pakem. "Keputusan Bakor Pakem merupakan penipuan aqidah dan penyesatan umat," katanya.

Setelah puas berorasi di pintu gerbang Kejaksaan sekitar satu jam, mereka membubarkan diri. Para pengunjuk rasa sempat memacetkan Jalan Sultan Hassanudin, Jakarta Selatan.


Sumber: http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2008/01/19/brk,20080119-115759,id.html


20 January 2008

Membeli Waktu

Seorang pria terlambat pulang dari kantor. Dalam keadaan lelah dan penat ia bertemu putranya yang berumur 5 tahun yang menunggu di depan pintu rumahnya.

“Ayah, boleh aku tanyakan satu hal?”
“Tentu, ada apa?”
“Ayah, berapa rupiah yang Ayah peroleh dari kerja Ayah tiap jamnya?”
“Itu bukan urusanmu. Mengapa kau tanyakan soal itu?” kata si ayah dengan marah.
“Saya hanya mau tahu. Tolong, beritahu saya, berapa rupiah Ayah peroleh dalam satu jam?” si kecil memohon.
“Baiklah, kalau kau tetap ingin mengetahuinya, Ayah mendapatkan Rp 20 ribu tiap jamnya”
“Oh...” sahut si kecil, dengan kepala tertunduk. Namun tak lama kemudian ia mendongakkan kepala dan berkata pada ayahnya, “Yah, boleh aku pinjam uang Rp 10 ribu rupiah?”
Si Ayah tambah marah, “Kalau kamu tanya-tanya soal itu hanya supaya dapat meminjam uang ayah agar dapat jajan sembarangan atau membeli mainan, pergi sana ke kamarmu, dan tidur! Sungguh keterlaluan! Ayah berkerja keras berjam-jam setiap hari, ayah tak punya waktu untuk perengek begitu.”

Si kecil pergi ke kamarnya dengan sedih dan menutup pintu. Si Ayah duduk dan merasa makin jengkel pada pertanyaan putranya.

Betapa kurang ajarnya ia menanyakan hal itu hanya untuk mendapatkan uang? Sekitar sejam kemudian, ketika lelaki itu mulai tenang, ia berpikir barangkali ia terlalu keras pada putranya. Barangkali ada keperluan yang penting hingga anaknya memerlukan uang Rp 10 ribu darinya, toh ia tak sering-sering meminta uang. Lelaki itu pun beranjak ke pintu kamar si kecil dan membukanya.

“Kau tertidur, Nak?” ia bertanya
“Tidak Yah, aku terjaga,” jawab si kecil.
“Setelah ayah pikir-pikir, barangkali tadi ayah terlalu keras sama kamu,” kata si ayah.
“Hari ini ayah begitu repot dan sibuk di kantor dan ayah melampiaskannya padamu. Ini uang Rp 10 ribu yang kau perlukan.”
Bocah laki-laki itu segera duduk, tersenyum, dan berseru, “Ayah, terima kasih sekali.”
Lalu si kecil segera membuka kaleng mainannya dan mengambil beberapa lembar uang yang tampak kumal dan lecek, lalu menghitung ulang tabungannya.

Melihat anaknya ternyata telah memiliki uang, si ayah kembali naik pitam.
“Kalau kau sudah punya uang sendiri, kenapa minta lagi?” gerutu si ayah.
“Karena uang yang aku punya belum cukup, tapi sekarang sudah,” jawab si kecil.
“Ayah, sekarang aku punya Rp 20 ribu! Bolehkah aku membeli waktu Ayah barang satu jam? Pulanglah satu jam lebih awal besok, aku ingin makan malam bersama Ayah.”


Pesan kisah ini mewakili jeritan hati ratusan juta anak-anak zaman ini. Sekarang bahkan kata "Ayah" dapat juga diganti dengan kata "Ibu" atau "Ayah dan Ibu." Usia golden age (balita) ibarat fondasi pada bangunan: kokoh/rapuhnya kepribadian/karakter seseorang sangat ditentukan pada fase ini. Para ahli psikoanalisa dan psikologi perkembangan sudah membuktikan hal tersebut. Namun celakanya kebanyakan orang tua terlalu menganggap enteng masalah ini sehingga cenderung lebih mengutamakan karir demi mengejar gaya hidup dan menyerahkan balita mereka ke baby sitter atau pembantu. Ironisnya, sebagai contoh, keberadaan handphone jauh lebih personal dan eksklusif ketimbang keberadaan buah hati yang dengan mudah dipercayakan pada orang lain dari biro jasa. Entah siapa yang salah, sehingga sekarang ini jutaan anak merana karena orang tua mereka justru memberikan seluruh waktu terbaik mereka mulai dari jam 8 pagi sampai jam 8 malam untuk mengabdi pada perusahaan. Dan hampir selalu dengan alasan yang sama: semua ini demi penghidupan yang layak dan demi masa depan anak-anak. Really?

Jutaan pasangan orang tua muda (khususnya), disadari atau tidak, sedang turut beramai-ramai menabur jarak dengan anak sedini mungkin. Dan suatu saat nanti pasti akan tiba waktunya menuai: jangan salahkan apabila mereka lebih suka dekat dan percaya orang lain dari pada kepada ayah ibunya sendiri. So, para (calon) orang tua, kualitas hubungan dengan anak-anak kita kelak, sedang terus kita buat saat ini: dari bahan berkualitas kasih dan kedekatan seorang ayah dan ibu, atau dari bahan kualitas kasih dan kedekatan orang bayaran?

07 January 2008

Retret 2008 - Goin' Deeper and Stronger


Halo semuanya, bagaimana liburannya?
Kog pada tidak "kelihatan" di blog ini?
Puji TUHAN di awal tahun ajaran baru nanti kita punya kesempatan istimewa untuk retret penyegaran.

Hari dan tanggal: Jumat-Minggu, 1-3 Februari 2008
Bertempat di: Wisma Omah Jawi (Kaliurang)
Pembicara: Fasilitator KAMBIUM
Biaya: Rp. 50.000 ,- (sudah disubsidi, dan untuk pengganti buku pegangan, transport, penginapan, makan, dan snack)

Semua pengurus ikutan ya. Trus semua anggota dan aktifis amat sangat diharapkan juga bisa ikutan juga ya ^^, Doakan persiapan diri sedini mungkin dan doakan juga agar retret ini dapat menjadi wujud dan bukti komitmen NO TURNING BACK kita pada perayaan Natal yang lalu. Selain itu, kita juga bisa mulai nabung dan atur jadwal mulai dari sekarang kan? Bersemangat!!! =]

Untuk alumni, bantu kami dalam doa ya, supaya seluruh acara dapat dipersiapkan dengan baik. Doakan agar setiap yang ikut (termasuk pembicara) dibarui hidupnya oleh TUHAN. Dan yang tak kalah penting: doakan follow up sesudah retreat agar dapat menemukan bentuk yang TUHAN mau dan dijalankan sebagaimana yang TUHAN mau.

Acara ini merupakan hasil kerja sama dan didukung sepenuhnya oleh Tim KAMBIUM - Yayasan Gloria. Thank u so much for being such blessing to us.

06 January 2008

Aku Menangis Untuk Adikku Enam Kali

Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku.

Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera mengetahuinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu di tangannya.

"Siapa yang mencuri uang itu?" tanyanya.
Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara.
Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan, "Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!"
Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi.
Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata, "Ayah, aku yang melakukannya!"

Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas.
Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi, "Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? ... Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!"

Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, aku mulai menangis meraung-raung.

Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, "Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi."
Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa wajah adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun dan aku berusia 11.

Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, aku diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus.
Aku mendengarnya berkeluh kesah, "Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik...hasil yang begitu baik..."
Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, "Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?"
Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata, "Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku."
Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya.
"Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!"
Ayah kemudian keluar dan mengetuk setiap rumah di dusun untuk meminjam uang.

Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata, "Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini."
Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas. Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering.
Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku: "Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang."
Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20.

Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ke tahun ketiga (di universitas).
Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan, "Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana!"
Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir.
Aku menanyakannya, "Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?"
Dia menjawab, tersenyum, "Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu?"
Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku mengibas debu-debu ditubuh adikku semuanya, dan dengan tersekat-sekat kukatakan, "Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga! Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu..."
Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu.
Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan, "Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu."
Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis. Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23.

Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku.
"Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!"
Tetapi katanya, sambil tersenyum, "Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu."

Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, serasa beratus-ratus jarum menusuk hatiku. Aku mengoleskan sedikit saleb pada lukanya dan membalut lukanya.

"Apakah itu sakit?" aku menanyakannya.
"Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan..."
Di tengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir deras turun ke wajahku. Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.

Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Banyak kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa.
Adikku tidak setuju juga, mengatakan, "Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini."

Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut. Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi. Suatu hari, adikku di atas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit. Suamiku dan aku pergi menjenguknya.

Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu, "Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?"
Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya. "Pikirkan kakak ipar--ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan?"
Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah: "Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!"

"Mengapa membicarakan masa lalu?" jawab adikku seraya menggenggam keras tanganku.
Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29.


Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu.
Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, "Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?"
Tanpa bahkan berpikir ia menjawab, "Kakakku."
Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat. "Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, Saya kehilangan satu dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sumpitnya. Sejak hari itu, aku bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan baik kepadanya. "

Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku.
Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku, "Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih adalah adikku."
Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.


Diterjemahkan dari "I cried for my brother six times."
Dari forward di mailing list



Kisah ini telah menyentuh ribuan hati pembacanya. Anda mungkin juga sudah pernah mendapat dan membacanya melalui (forward) email atau di banyak blog yang memuatnya. Betapa luar biasanya kekuatan cinta karena cinta! Namun anehnya, atau lebih tepatnya amat sangat aneh, untuk cinta yang jauh-jauh-jauh lebih besar yang sudah Allah tunjukkan melalui pengorbanan KRISTUS di kayu salib, masih banyak orang menganggapnya biasa-biasa saja, menyia-nyiakannya, dan bahkan mencurigainya. Mengapa? Ia [KRISTUS] telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan oleh-Nya, tetapi dunia tidak mengenal-Nya. Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya. (Injil Yohanes 1:10-11)

Syukur kepada Allah, masih ada orang yang membuka diri dan berani mempercayainya! Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya (Injil Yohanes 1:12). Besarnya kasih Allah membuat orang-orang seperti ini berani bersama-sama Paulus menyerukan, "Aku telah disalibkan dengan Kristus, namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku (Surat Paulus kepada jemaat di Galatia 2:19b-20)." Paulus juga memberikan nasihat, "... dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah (Surat Paulus kepada jemaat di Efesus 5:2)."

Cinta karena CINTA-NYA, untuk dihidupi, dibagikan, dan diwartakan sebagai persembahan yang menyenangkan TUHAN.




03 January 2008

Two Frogs


A group of frogs were traveling through the woods, and two of them fell into a deep pit. When the other frogs saw how deep the pit was, they told the two frogs that they were as good as dead. The two frogs ignored the comments and tried to jump up out of the pit with all their might. The other frogs kept telling them to stop, that they were as good as dead. Finally, one of the frogs took heed to what the other frogs were saying and gave up. He fell down and died.

The other frog continued to jump as hard as he could. Once again, the crowd of frogs yelled at him to stop the pain and just die. He jumped even harder and finally made it out. When he got out, the other frogs said, "Did you not hear us?" The frog explained to them that he was deaf. He thought they were encouraging him the entire time.

This story teaches two lessons:

1. There is power of life and death in the tongue. An encouraging word to someone who is down can lift them up and help them make it through the day.

2. A destructive word to someone who is down can be what it takes to kill them.

Be careful of what you say. Speak life to those who cross your path. The power of words... it is sometimes hard to understand that an encouraging word can go such a long way. Anyone can speak words that tend to rob another of the spirit to continue in difficult times. Special is the individual who will take the time to encourage another.

Author Unknown




Alkitab mengajarkan begitu banyak tentang lidah/perkataan. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:

Amsal 10:20 Lidah orang benar seperti perak pilihan, tetapi pikiran orang fasik sedikit nilainya.

Amsal 10:21 Bibir orang benar menggembalakan banyak orang, tetapi orang bodoh mati karena kurang akal budi.

Amsal 10:31 Mulut orang benar mengeluarkan hikmat, tetapi lidah bercabang akan dikerat.

Matius 12:36-37 Tetapi Aku [KRISTUS] berkata kepadamu: Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman. (37) Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum."

Amsal 18:21 Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya.


Efesus 4:29 Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia.

Kolose 3:16 Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu. (17) Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita.

Kolose 4:6 Hendaklah kata-katamu senantiasa penuh kasih, jangan hambar, sehingga kamu tahu, bagaimana kamu harus memberi jawab kepada setiap orang.



Tetapi berapa banyak di antara kita yang meresponinya dengan serius? So, dari ayat-ayat di atas kita dapat dengan mudah bercermin dan menemukan siapa diri kita dan bagaimana hidup dan kesudahan kita kelak.



02 January 2008

Kekuatan Tanpa Kekerasan

Penulis: Dr. Arun Gandi

Dr. Arun Gandhi adalah cucu Mahatma Gandhi dan pendiri Lembaga M.K. Gandhi untuk Tanpa-Kekerasan. Pada tanggal 9 Juni ia memberikan ceramah di Universitas Puerto Rico dan bercerita bagaimana memberikan contoh tanpa-kekerasan yang dapat diterapkan di sebuah keluarga.

Waktu itu saya masih berusia 16 tahun dan tinggal bersama orang tua di sebuah lembaga yang didirikan oleh kakek saya, di tengah-tengah kebun tebu, 18 mil di luar kota Durban, Afrika Selatan. Kami tinggal jauh di pedalaman dan tidak memiliki tetangga. Tak heran bila saya dan dua saudara perempuan saya sangat senang bila ada kesempatan pergi ke kota untuk mengunjungi teman atau menonton bioskop. Suatu hari, ayah meminta saya untuk mengantarkan beliau ke kota untuk menghadiri konferensi sehari penuh. Dan, saya sangat gembira dengan kesempatan itu.

Tahu bahwa saya akan pergi ke kota, ibu memberikan daftar belanjaan yang ia perlukan. Selain itu, ayah juga meminta saya untuk mengerjakan beberapa pekerjaan yang lama tertunda, seperti memperbaiki mobil di bengkel. Pagi itu, setiba di tempat konferensi, ayah berkata, Ayah tunggu kau di sini jam 5 sore. Lalu kita akan pulang ke rumah bersama-sama. Segera saja saya menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang diberikan oleh ayah saya. Kemudian, saya pergi ke bioskop. Wah, saya benar-benar terpikat dengan dua permainan John Mayne sehingga lupa akan waktu. Begitu melihat jam menunjukkan pukul 5:30, langsung saya berlari menuju bengkel mobil dan terburu-buru menjemput ayah yang sudah menunggu saya. Saat itu sudah hampir pukul 6:00.

Dengan gelisah ayah menanyai saya, "Kenapa kau terlambat?" Saya sangat malu untuk mengakui bahwa saya menonton film John Wayne sehingga saya menjawab, “Tadi, mobilnya belum siap sehingga saya harus menunggu.” Padahal, ternyata tanpa sepengetahuan saya, ayah telah menelepon bengkel mobil itu. Dan, kini ayah tahu kalau saya berbohong. Lalu ayah berkata, “Ada sesuatu yang salah dalam membesarkan kau sehingga kau tidak memiliki keberanian untuk menceritakan kebenaran pada ayah.” Untuk menghukum kesalahan ayah ini, ayah akan pulang ke rumah dengan berjalan kaki sepanjang 18 mil dan memikirkannya baik-baik. Lalu, ayah dengan tetap mengenakan pakaian dan sepatunya, ayah mulai berjalan kaki pulang ke rumah. Padahal hari sudah gelap, sedangkan jalanan sama sekali tidak rata. Saya tidak bisa meninggalkan ayah, maka selama lima setengah jam, saya mengendarai mobil pelan-pelan di belakang beliau, menyaksikan penderitaan yang dialami oleh ayah hanya karena kebohongan yang bodoh yang saya lakukan. Sejak saat itu saja tidak pernah akan berbohong lagi.

Seringkali saya berpikir mengenai episode ini dan merasa heran. Seandainya ayah menghukum saya sebagaimana kita menghukum anak-anak kita maka apakah saya akan mendapatkan sebuah pelajaran mengenai tanpa-kekerasan? Saya kira tidak.

Saya akan menderita atas hukuman itu dan melakukan hal yang sama lagi. Tetapi, hanya dengan satu tindakan tanpa-kekerasan yang sangat luar biasa, membuat saya merasa kejadian itu baru saja terjadi kemarin. Itulah kekuatan tanpa-kekerasan.

01 January 2008

Tahun barunan dengan "Ayam Jungle"

Adalah Ajung yang mengisi liburan ini dengan belajar masak. Yang jadi korbannya adalah para ayam. Kira-kira seminggu sebelon tahun baru ia dan beberapa anak HT mencoba membuat ayam bakar dengan ramuan khusus dan dikerjakan dengan "cengkeraman bertuah." Setelah itu ayam dibagi-bagikan gratis kepada beberapa teman yang tidak mudik. Alhasil, ayam olahannya rasanya sungguh lezat dan punya nilai komersial yang tinggi... ceilee.... Setelah sukses mendulang pujian maka di dapatlah ide untuk ajak teman-teman yang tidak mudik untuk dapat ngumpul makan-makan di awal tahun. Dan jadilah acara nan sederhana ini: tahun barunan dengan Ayam Jungle. Oya, nama Ayam Jungle diambil dari singkatan Ayam Ajung lezat hehe, keren kan? Doakan siapa tahu kelak bisa jadi sumber dana.

Sebelum makan, satu persatu mendapat jatah sharing evaluasi hidup selama 2007 dan rencana/target 2008. Acara sharing ini sempat diwarnai dengan aksi walk out oleh peserta termuda, Nue, karena ia tidak tahu kami lagi pada ngomongin apa hehehe...

Dan ini makan-makannya. Nasinya lembek tapi harum sehingga nyaris ludes satu termos. Ayamnya melimpah karena banyak yang tidak datang sehingga banyak yang bisa ndobel nyummy... nyummy... Sambelnya nendang alias puedes tenan sampai sempat bikin Andre megap-megap. Oya, yang ikut acara ini adalah Ajung, Akin, Aldo, Andre, Ati, Hansen, Kris, Leny, Nue, Ribkah, Tri, dan Welly.



_____________________________________

Senin, 1 Januari 2007
Lokasi: lantai 1 HT.


Happy New Year 2008


Selamat mengharapkan yang TUHAN harapkan.
Selamat menginginkan yang TUHAN inginkan.
Selamat mengerjakan yang TUHAN kerjakan.
Selamat mencintai yang TUHAN cintai.
Selamat membenci yang TUHAN benci.
Semakin bersemangat
merajakan KRISTUS dalam
setiap aspek hidup!!!